Milky Way Merbabu (panorama 360)
Milky way Merbabu, salah satu yang kami cari ketika berada di gunung adalah bermalam di bawah ribuan bintang dan bentangan […]
Milky way Merbabu, salah satu yang kami cari ketika berada di gunung adalah bermalam di bawah ribuan bintang dan bentangan […]
Semenjak tahun 2015 lalu, Landscape Indonesia mulai mencoba mendokumentasikan perjalanan dalam format panorama 360. Walau tidak semua perjalanan terekam dalam format panorama 360. Untuk mempermudah kami mengumpulkan beberapa artikel yang sudah diperbaharui dengan beberapa foto panorama 360. Nanti diusahan untuk diupdate secara berkala
Langit kekuningan dengan pusat cahaya berada di kaki punggungan Lawu. Sekitar pukul lima lebih lima puluh bulatan sempurna mentari muncul menyinari bumi. Bergerak perlahan seiring bunyi shutter kamera yang menari mengikuti irama. Dan tak lama kemudian terang menyinari bumi, menghapus kegelapan dan memberi kehangatan. Selamat pagi Cumbri.
Setelah sekian lama sore selalu identik dengan cuaca mendung dan turun hujan, tapi sore itu begitu berbeda. Langit membara lama seakan mentari mengumbar pesona yang lama tak kami lihat. Di sebelah timur rumah-rumah yang terlihat kecil di kaki gunung Lawu bahkan sampai terlihat karena langit yang cerah sore itu
Terbangun sekitar pukul 3 pagi, cek ramalan cuaca daerah Cepogo. Cerah hingga sekitar pukul 9 pagi setelah itu mendung dan kemungkinan hujan. Chek. Bergegas bangun, bongkar muat di kamar mandi, packing drone dan kamera dslr, dan seperempat jam kemudian sudah membelah jalan Kartasura-Boyolali.. SELO I’m COMING !!
Sudah beberapa kali saya mendengar teman-teman berbagi keindahan pemandangan alam dari atas puncak gunung Sepikul. Dengan bentangan pebukitan Seribu tentunya sangat menawan kalau dinikmati ketika mentari terbit dari ufuk timur. Dan jadilah tanpa perencanaan yang lama kami memutuskan besok pagi nyunrise ke gunung Sepikul yuk
Sekitar pukul 10 pagi kami mulai perjalanan dari basecamp REMPALA di desa Candisari, Ampel, Boyolali. Cuaca masih cukup bersahabat, tandanya langit biru masih menemani kami ketika meninggalkan desa menuju air terjun Semuncar
Sekilas baca update status Ndoetch Dani “Masih menepi dari segala kebisingan dilereng barat gunung lawu, kopi, rokok dan senja yg basah.” Dan segera saya balas dengan komentar “Ra jak jak ik” (ndak ajak ajak -bahasa indonesia). Dan setelah berbalas komentar akhirnya sekitar pukul sepuluh kurang kami sudah bertemu di pasar Kemuning dan segera menuju ke lokasi di salah satu rumah di Segoro Gunung
Sekitar pukul 1 pagi, mobil yang memuat 6 orang, Dwi “Kebo”, Marsono, Windar, Adit “Negro”, Icuk dan saya, membelah kota Solo yang masih cukup ramai dengan remaja yang nongkrong malam minggu di pinggir jalan. Tujuan kami pagi ini adalah bukit Cumbri yang cukup populer belakangan ini di media sosial.
Perjalanan dari Putussibau menuju Lanjak kali ini kami melewati jalan beraspal yang sudah mulus. Di beberapa tempat bahkan sedang dalam proses penyelesaian pelebaran jalan. Jarak sejauh 123 km yang kami lewati dengan berjalan pelan terasa cepat. Bahkan kami sempat berhenti agak lama karena jalan yang sepi untuk beristirahat dan sekedar berfoto di tengah jalan. Kami tiba di Lanjak sekitar pukul 6 sore dan segera menuju ke motor bandong yang akan menjadi tempat tinggal kami selama mengikuti event Festival Makanan Tradisional dan Kebudayaan 2016 ini.